REVITALISASI PENGAJARAN JARIMATIKA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER


Kehadiran jarimatika sebagai teknik hitung cepat memang sudah lama. Setidaknya, pada tahun 2006 teknik tersebut sudah booming di Indonesia. Disebutkan dalam Tempo, 12/3/2006 seorang ibu rumah tangga mengembangkan teknik berhitung dengan jari. Teknik tersebut belakangan dikenal dengan teknik jarimatika. Meskipun sebenarnya, teknik jarimatika telah diperkenalkan sejak tahun 1960 oleh Hendra BC, dan telah dibukukan dengan judul Kuncung dan Bawuk Pintar Berhitung yang diterbitkan oleh CV. Oemar Mansoor.

Jarimatika adalah suatu teknik menghitung matematika dengan menggunakan alat bantu jari. Sekilas, cara berhitung jarimatika ini mirip swipoa alias mental aritmatika. Dalam metode swipoa, anak-anak berhitung dengan menggunakan alat bantu soroban atau swipoa. Alat hitung tradisional Cina kuno atau Jepang itu berupa kotak segiempat berisi manik-manik dengan jumlah tertentu. Manik-manik itu bernilai satuan dan puluhan. Siapa saja yang mempelajarinya dapat menghitung dengan memakai pergerakan biji swipoa dan bisa menghitung cepat. 

Dalam teknik Jarimatika ini, jari jemari tangan tak ubahnya seperti biji swipoa. Sebelum jari digunakan untuk menghitung, terlebih dahulu harus dipahami cara penggunaannya. Jari tangan kanan dipahami sebagai angka satuan, sedangkan jari tangan kiri adalah angka puluhan dan ratusan. Untuk penjumlahan, jari tangan harus dibuka. Jari tangan menutup adalah pengurangan. Khusus untuk perkalian, harus dipahami terlebih dahulu perkalian mulai 1 sampai 5. adi, tidak seperti halnya swipoa atau kumon. 

Teknik jarimatika lebih efektif karena tidak menggunakan alat bantu apapun, kecuali dengan jari. Ada beberapa teknik hitung cepat lainnya, seperti: teknik sempoa, kumon, jari 10, dan menghitung rata-rata. Namun teknik jarimatika membawa angin segar tersendiri bagi dunia kalkulasi karena keunikannya, yaitu tanpa menggunakan alat apapun. Sehingga, ketika metode ini terangkat ke permukaan publik, banyak sekolah yang mulai berduyun-duyun mengajarkan teknik ini. Tidak hanya di tingkatan sekolah dasar, sekolah lanjutan pun juga. Bahkan, promosi-promosi maupun tempat-tempat kursus yang menawarkan pembelajaran teknik ini pun menjamur bak cendawan di musim hujan. 

Namun, seiring dengan perjalananya, teknik jarimatika tak ubahnya seperti hangat-hangat kotoran ayam. Jarimatika hanya booming di eranya saja. Meskipun sekarang masih ada yang menerapkan atau menawarkan pembelajaran jarimatika, namun hal tersebut tidak sebanyak awal diperkenalkannya. Disebutkan dalam Tempo, edisi 12 Maret 2006, bahwa jarimatika sekarang tidak terlalu mulus diterapkan di kelas sebagai metode pembelajaran matematika. Pengajaran jarimatika belum bisa dikompromikan dengan padatnya materi pembelajaran yang ditekan oleh kurikulum. Selain itu, tenaga pengajar untuk teknik ini juga masih terbatas. Sangat memprihatinkan memang jika cahaya jarimatika harus redup di lingkungan pendidikan formal. Padahal, jarimatika membuat anak cepat dan mudah belajar matematika. 

Hendra Bc menyatakan bahwa teknik ini memang bertujuan memberikan berbagai kemudahan untuk membantu para pelajar khususnya, sebagai pembantu dan penunjang kurikulum. Selain itu, matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa berhitung atau mengerjakan soal hitungan menjadi kegiatan dasar yang harus dikuasai dalam matematika. Namun, kegiatan tersebut oleh sebagian besar anak-anak adalah sesuatu hal yang bisa membuat mereka jengkel. Sehingga mereka menganggap bahwa pelajaran matematika menjadi momok yang menakutkan. 

Senada dengan hal itu, sudah menjadi persoalan klasik bahwa sebagian besar peserta didik tidak menyukai pelajaran matematika. Berdasarkan hal-hal di atas, pengajaran jarimatika di sekolah-sekolah formal perlu digalakkan kembali. Salah satu caranya adalah melalui kegiatan ekstrakurikuler yang merupakan kegiatan yang berada di luar program yang berada di bawah kurikulum. Dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler tersebut maka pengajaran jarimatika tidak akan mengganggu lagi program yang ada di bawah kurikulum. Selain itu, peserta didik pun masih bisa menguasai teknik ini dengan baik. Sehingga, dengan adanya hal tersebut diharapkan akan mempermudah mereka dalam mempelajari matematika. Mereka pun tidak akan lagi menganggap matematika sebagai momok yang menakutkan.